Bayi usia 0 – 1 tahun (bayi
yang masih menyusu)
Di usia ini
bayi belum dapat membedakan dirinya dengan lingkungan luarnya. Ia masih dalam
taraf mulai belajar untuk
membedakan antara dirinya dan dunia luarnya. Pada usia ini kebutuhan bayi memang
masih sedikit, tetapi harus
terpenuhi dengan baik. Dunia luarnya akan dimulai dari ibu atau orang yang
memenuhi kebutuhannya dan merawatnya sehari-hari. Anak pun akan jauh lebih
menyukai bila mendengar suara ibunya, yang dikenalnya sejak ia lahir.
Pada usia 2 -
6 minggu, ia mulai kenal dan akrab
dengan anggota keluarga yang ada di sekitarnya.
Ia sudah merasa nyaman
dan senang terhadap
lingkungannya dan juga atas perhatian yang diberikan akan kehadirannya.
Perasaan senangnya ini akan tercermin dari kontak sosialnya yang pertama,
berupa ekspresi senyuman, yang disebut social
smile.
Di usia 4
bulan, anak akan semakin dapat menikmati kontak sosial. Ia sudah dapat memberi
ekspresi tertawa pada orang yang melihatnya. Ia pun sudah mulai dapat membedakan
ekspresi muka orang yang ada dihadapannya, walau kadang belum mengerti benar.
Seiring dengan kontak-kontak sosial yang ia buat, ia pun mengembangkan ikatan
emosionalnya. Di usia sekitar 6 bulan, bahkan ia sudah dapat memilih untuk
melakukan kontak sosial dengan seseorang yang lebih disenanginya.
Karena berkembangnya ikatan emosional dalam kontak sosialnya inilah, maka
anak di usia 6 sampai 8 bulan kadang mengalami separation
anxiety. Anak cemas, bila orang
yang secara emosional dekat dengannya tidak
ada di dekatnya lagi. Untuk melatih
anak agar mampu mengatasi keterpisahannya dengan orang tua ini, sering kali anak
diajak bermain “cilukba” . Secara tak langsung anak dilatih untuk
bisa mengatasi keadaan walau ia tak melihat ada orang tua di sekitarnya.
Dengan
perkembangan kemampuan melihat ekspresi wajah
orang yang ada di hadapannya, bayi yang berusia 7
bulan mulai mengerti ekspresi wajah, terutama orang yang sudah lama ia kenal.
Perilaku yang ia lakukan hingga sekitar usia 12 bulan, masih berupa imitatif
dari apa yang ia lihat. Ia melakukan apa yang ia lihat orang lain lakukan, walau
ia sendiri belum mengerti maksud tingkah laku itu.
Dalam hal
berkomunikasi, di usia sekitar 8 bulan ia sudah familiar dengan namanya sendiri.
Ia sudah mengerti bahwa jika ia
mendengar namanya itu, berarti ia
dipanggil. Di usia 9 bulan, bayi mulai mengerti bila seseorang pergi dari
hadapannya, tidak berarti tidak akan kembali, dan ia mulai mengerti
“bye-bye” atau “da-daah..” sebagai ucapan untuk berpisah sementara.
Ibu yang bisa merawat bayinya dengan
baik, dengan peka, dan memenuhi kebutuhan si bayi, akan menjadikan bayi memiliki
kepercayaan pada dunia luar, dan tidak menjadi takut. Bila bayi berkenalan
dengan dunia luar dengan baik, di mana lingkungan itu mau menerimanya, ia akan
memiliki kepercayaan untuk membuka kontak sosial dengan dunia luar yang lebih
luas. Dunia luar tidak menjadi momok baginya, dan ia akan terus memperluas dunia
luarnya itu. Sebaliknya, ibu yang
kaku, keras, tidak peka akan
kebutuhan si bayi, akan menjadikan bayi tegang dan tentunya akan memberi efek
kurang baik bagi perkembangan si bayi.
Jadi perlu diingat
bahwa hubungan baik dan rasa percaya pada dunia luar ini selain dipengaruhi oleh
bakat anak itu sendiri, juga dipengaruhi oleh sikap orang disekitarnya, terutama
dalam tahun pertamanya.
Umur 1 – 4 tahun
Pada usia ini
tingkat ketergantungan mulai berubah. Aktivitas yang semula serba dependen
perlahan beralih menjadi independen. Seiring dengan kemajuan
dalam kemampuan bahasa,
gerak, dan kemampuan komunikasi dengan dunia luarnya, ia akan lebih mudah
mengungkapkan kebutuhan dan keinginannya. Perbendaharaan kata yang dimiliki
semakin banyak, dan anak mulai pandai menirukan kata yang didengarnya.
Orang tua yang mengasuhnya pun lebih mudah mengerti apa yang dikehendaki
si anak, karena anak sudah dapat berkomunikasi dengan lebih baik. Dengan
kemampuannya itu, ditambah dengan keterampilan motoriknya yang mulai dapat
memegang, memeriksa , dan mencoba sesuatu, ia akan semakin banyak melakukan
eksplorasi terhadap lingkungannya. Ia akan senang untuk membongkar-bongkar dan
mengobrak-abrik semua tempat.
Semakin ia besar dan mengerti perbedaan dirinya dengan dunia luar, disini akan
timbul pertentangan. Pertentangan terjadi karena si anak belum mengenal
kepentingan lain selain kepentingan dirinya sendiri, sehingga kerapkali akan
terjadi pertentangan dengan kepentingan orang tuanya.
Dalam usia
2-3 tahun anak memasuki fase gemar
memprotes segala hal. Setiap ajakan akan ditolak dan diprotesnya. Masa ini
disebut masa kopigheid’s periode
(masa keras kepala), atau ada pula yang menyebutnya sebagai masa negativistik.
Anak seperti berusaha berpegang pada suatu pendirian, walau setelah itu
ia juga akan menentang ajakan sebaliknya.
Dalam usia 4
tahun, anak senang bermain-main dengan anak lain. Keingintahuannya meluas dan
ia sudah dapat berfantasi akan kesenangannya.
Pola interaksi dengan orang tua juga mulai agak berubah. Orang tua sudah
melihatnya sebagai anak yang agak
besar, bukan anak bayi lagi, yang tidak lagi
harus ditunggui setiap saat oleh ibunya. Di sinilah anak kadang kembali
mengalami separation anxiety, karena
ia tak lagi selalu di dekat ibunya. Hal
ini juga sering terjadi bila ibu melahirkan adiknya, di mana perhatian seluruh
keluarga lebih banyak tercurah bagi
si adik bayi yang baru lahir.
Aktifitas juga akan
meningkat. Anak seperti tidak bisa diam, maunya naik turun tempat tidurnya,
mencoba jalan-jalan, dan lain sebagainya. Pada masa ini orang tua sering terlalu khawatir dan akhirnya
semakin keras dan melarang anaknya untuk banyak bermain. Sebenarnya hal
ini dapat memberi pengaruh kurang baik, sebab anak yang semula aktif dan
bersemangat menjelajahi dunianya, menjadi berkurang minatnya karena takut
dimarahi kalau-kalau ia melakukan sesuatu yang
ternyata dilarang orang tuanya. Akhirnya anak yang semula aktif menjadi
anak yang pasif, dan akhirnya perkembangannya melambat.
Faktor lain
yang berpengaruh adalah perubahan sikap dari orang tuanya, di saat si anak
memiliki adik. Si sulung dituntut
untuk jadi panutan bagi sang adik. Terhadap sang adik yang baru lahir, biasanya
sikap orang tuanya tidak sama seperti waktu si sulung masih sendiri. Kekuatiran
orang tua sudah berkurang, dan sang adik memperoleh lebih banyak kebebasan.
Selain dari
orang tua, kakak dari seorang anak juga turut mempengaruhi perkembangan anak.
Dengan adanya seorang kakak, bagi sang adik bisa menjadi pemacu untuk
berkompetisi dan berusaha untuk menyainginya. Namun sebaliknya, bisa juga si
adik bisa menjadi manja, sebab selalu terlindungi oleh kakaknya. Seorang adik
bungsu yang bedanya jauh dengan kakaknya, kadangkala akan dibiarkan memiliki
ketergantungan yang berlebihan terhadap kakak-kakaknya, atau terhadap orang
tuanya.
Umur 5 – 7 tahun
Usia ini
adalah usia sekolah awal. Anak mulai masuk Taman Kanak-kanak. Ia memulai untuk
berusaha berdiri sendiri di dunia luarnya. Ia tidak lagi berada di sisi ibunya
terus-menerus. Di TK ia akan mulai berlatih berbagai keterampilan. Kemampuan
melihat, menerima pengertian, berpikir, berbahasa, yang masih sederhana akan
dikembangkan dengan berhadapan langsung dengan dunia luar.
Hal-hal yang dialaminya secara langsung akan semakin banyak dan semakin
bervariasi.
Aktifitasnya
akan meningkat, dan porsi waktu yang semula ia habiskan dalam rumah saja
bergeser menjadi banyak di luar rumah. Dan ia juga akan melihat dunia yang
melibatkan lebih banyak orang, dengan berbagai perilakunya. Di sinilah orang
tua sering menjadi cemas, sebab khawatir perilaku orang lain akan memberi pengaruh yang tidak baik
bagi anak.
Dalam proses
mengasah ketrampilan ini, setiap anak memiliki kecepatan yang berbeda-beda,
walaupun anak itu sebenarnya normal. Di sinilah peran ibu / orang tua cukup
besar. Kadang kala ibu merasa cemas dan “senewen” melihat anaknya kurang
cepat dibanding anak lain, dan akhirnya menyuruh anak untuk lebih cepat. Ini
kadang malah berakibat anak menjadi semakin
tegang dan bertentangan dengan ibunya.
Hal lain yang
sering dilakukan ibu adalah mengambil alih tugas mengerjakan
pekerjaan rumah atau prakarya yang diberikan gurunya. Pengambilalihan ini
bisa juga berupa menyuruh kakaknya yang lebih besar untuk mengerjakannya. Memang
akhirnya si anak akan mengumpulkan hasil karya yang baik, mungkin malah paling
baik di kelasnya, dan memperoleh nilai yang tinggi, akan tetapi hal ini
sebenarnya malah berakibat tidak baik bagi perkembangan anak. Anak akan menjadi
tidak bertambah terampil (malah ibu atau kakaknya yang tambah terampil), dan
secara tidak sadar akan menanamkan pada anak
bahwa ia tidak perlu repot-repot karena akan selalu dibantu ibunya.
Fungsi sekolah yang bertujuan untuk membentuk tanggung jawab,kewajiban,
dan keterampilan pun tidak tercapai sebagaimana direncanakan. Hal yang mungkin
terjadi juga, si anak dapat menjadi terbiasa menyalahgunakan kasih ibunya itu
dengan berlambat-lambat dalam melakukan suatu tugas, dengan harapan akan diambil
alih oleh ibunya.
Pertentangan
lain yang sering terjadi juga di usia ini adalah pertentangan antara pengaruh
ayah dan pengaruh ibu. Pada usia ini, di mana dunia si anak sudah mulai meluas
dan ia mulai bisa membedakan banyak orang, ia akan dapat melihat ayah dan ibunya
sebagai orang yang berbeda. Jika ia melihat bahwa ayahnya mengharapkan lain
dengan apa yang ibunya harapkan, ia akan
mengalami pertentangan, sebab tidak mungkin baginya memenuhi harapan keduanya
sekaligus. Hal ini dapat memberikan pengaruh buruk
pada usahanya untuk melepaskan diri dari ketergantungan dan berdiri
sendiri.
Umur 7 – 11 tahun
Keseimbangan
antara ketergantungan dan mampu berdiri sendiri mulai tampak. Anak (terutama
anak laki-laki) akan semakin senang bermain sendiri / bersama temannya di luar
rumah. Pada saat anak ini bermain, ia secara tak sadar sebenarnya sedang
berusaha melepaskan ketergantungannya dengan ibunya di rumah, dan berdiri
sendiri bersama teman-temannya di sekitar rumah. Seorang anak laki-laki di usia
ini, jika masih memperlihatkan ketergantungan
secara terang-terangan terhadap ibunya, malah merupakan hal yang tidak
normal dan harus diwaspadai.
Di saat
seorang anak masuk Sekolah Dasar, ia mengalami peralihan antara bermain dengan
“bekerja”. Perkembangan yang terjadi selain berusaha berdiri sendiri, juga
sudah mulai rasa tanggung jawab dan memiliki kewajiban terhadap tugas belajarnya
di sekolah. Di sini peranan sekolah selain mengajarkan ilmu pengetahuan ,adalah
memberi tugas-tugas yang merangsang perkembangan tanggung jawab dan rasa punya kewajiban . Tugas dari sekolah
diarahkan untuk merangsang inisiatif dan kemampuan berusaha mengatasi masalah
yang dihadapi. Kadangkala orang tua ingin memberikan anak suatu masa kanak-kanak
yang menyenangkan, sehingga akibatnya mereka malah terlalu melonggarkan anak
dari kewajiban dan tugas yang
diberikan dari sekolah. Orang tua kadangkala malah mengajak anak bermain-main
dan tidak mengharuskan si anak mengerjakan tugas sekolah. Ini malah
berakibat anak tidak dapat belajar disiplin dalam mengerjakan sesuatu.
Sering terjadi juga orang tua mengerjakan tugas sekolah si anak, dengan berbagai
alasan. Ada yang beralasan agar si anak tidak terlalu repot, atau agar si anak
punya nilai yang bagus, dan lain sebagainya. Hal ini tidaklah baik, sebab malah akan mengakibatkan
si anak terhambat perkembangannya.
Selain itu,
anak juga akan mulai banyak bergaul dengan teman sebayanya. Mulanya ia akan
tetap berbaur dengan laki-laki dan perempuan, tapi lama-kelamaan mereka akan
berkelompok sejenis. Anak laki-laki akan banyak melakukan aktifitas yang
dilarang, misalnya bermain di tempat yang dilarang. Hal ini mereka lakukan
karena mau menunjukkan sikap jantannya. Hal ini tidak perlu menjadi kekuatiran
yang berlebihan selama kenakalan
mereka tidak keterlaluan dan tidak membahayakan. Akan tetapi tentunya juga tidak
berarti orang tua bisa melepas begitu saja.
Usia 11 – 19 tahun
Perkembangan
psikologi yang normal selama masa remaja, meliputi
4 aspek . Pertama adalah kemampuan emosional
untuk terlepas dari keluarga dan mampu menerima tanggung jawab. Kedua,
perkembangan seksual dan nilai moralitas. Di sini selain pematangan fungsi
seksual dari organ tubuh, juga pematangan akan nilai-nilai seksualitas. Ketiga,
menemukan keinginan dan minat yang
ada dalam dirinya dan usaha pencapaiannya. Dan yang keempat, adalah menemukan
jati diri (ego) yang sebenarnya.
Pada tahap ini terjadilah proses
pematangan seksual. Selain secara fisik, juga secara mental. Perilakunya akan
semakin menunjukkan ciri-ciri kelakuan anak laki atau perempuan dalam
pergaulannya, terutama dalam pergaulan dengan lawan jenis.
Pada masa
awal remaja, anak sering membandingkan diri dengan teman-teman sebayanya.
Tingkah laku dari orang yang
mereka jadikan model atau idola, akan mereka tiru dan ikuti. Rasa ingin tahu
tentang hal seksual akan meningkat, dan biasanya
mereka mencari segala sumber untuk mengetahuinya.
Peran orang tua dan sekolah dalam hal ini adalah untuk memberikan sex
education yang benar, sehingga
anak mendapat informasi yang benar tentang seksualitas.
Dari segi hubungan sosial dengan dunia sekitarnya, anak akan mulai
menyadari kedudukan dan status orang tua dalam masyarakat. Dengan berinteraksi
dengan masyarakat, anak melihat bagaimana orang lain memandang dirinya dan
keluarganya. Dari sini ia akan belajar untuk membentuk dan memahami identitas
sosialnya.
Pada saat ini
orang tua sebaiknya memperhatikan apakah anaknya memiliki perilaku yang sesuai
dengan kelaminnya. Pada saat ini diperlukan petunjuk dan bimbingan dari orang
tuanya tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma –norma ini
tidak hanya untuk masalah seksual saja, tetapi juga untuk sopan santun dan
norma-norma dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam masa
pertengahan remaja (15-16 tahun) anak mulai memperhatikan penampilan
dirinya. Ia mulai merisaukan tentang body
image-nya. Anak ingin lebih
bebas dalam memilih aktifitasnya, dan menerima tanggung jawab
yang lebih besar. Minat akan
aktifitas tertentu akan lebih menonjol, dan anak mulai menemukan
kegemaran-kegemarannya. Rasa ingin tahu, khususnya tentang seksualitas semakin
besar, dan mereka saling berbagi informasi
tentang hal ini, entah benar atau salah. Dalam
hubungan sosial, anak lebih berani untuk interaksi
dengan lingkungannya, dan mengatasi isolasi emosional.
Ia akan berusaha mengatasi ketakutan terhadap penolakan oleh
lingkungan dan menjadi akrab dengan
teman yang paling dipercayanya. Dalam masa ini, pengaruh teman dan kelompoknya
jauh lebih besar dari pada pengaruh orang tua. Anak akan jauh
merasa lebih nyaman untuk
berada dalam lingkungan teman-teman sebayanya, ketimbang berada
dekat dengan orang tuanya. Kematangan emosional juga mulai berkembang, misalnya
dengan mampu berbagi perasaan dengan teman – teman akrabnya.
Orang tua
memberi peranan penting dengan mulai memberikan persamaan hak pada anak. Ini
sangat penting bagi proses akhir keseimbangan antara ketergantungan dan
kemampuan berdiri sendiri. Dengan perlahan
menghapus kedudukan anak yang lebih rendah, anak akan semakin berkembang karena
ia juga akan memperoleh ruang yang lebih luas untuk berkembang dan berdiri
sendiri, menerima tanggung jawab dan kewajiban. Seorang remaja ingin mencoba
segala sesuatu, mencoba membuat keputusan sendiri, dan mereka perlu diberi
kesempatan membuat kesalahan. Di sini masa kecilnya banyak memberi pengaruh.
Jika pada usia kecilnya ia banyak
mengalami kegembiraan, persahabatan, dan kesuksesan, ia akan menjalani masa
remaja dan dewasa dengan penuh percaya diri. Sebaliknya bila masa kecilnya ia
tidak pernah menerima penghargaan atas usahanya, ia bisa menjadi rendah diri dan
kurang percaya diri.
Pubertas
berasal dari kata pubercere yang
artinya menjadi matang. Sedangkan adolesen berasal dari kata adolescere
yang berarti menjadi dewasa. Proses ini sudah pasti akan menimbulkan konflik.
Orang tua sebaiknya tidak usah takut akan konflik ini, selama konflik tak hebat
dan tidak mengarah pada perpecahan anggota keluarga. Yang perlu diingat adalah konflik hanyalah aspek yang
diperlukan dalam perkembangan anak
yang sehat. Malahan, jika sama sekali tidak dijumpai adanya konflik, orang tua
harus curiga jangan-jangan si anak hanya pura-pura mampu berdiri sendiri.
Anak juga akan lebih
terikat dengan teman sebayanya, dalam kelompok tertentu. Mereka merasa lebih
aman dan memperoleh kepastian akan eksistensi dirinya. Sebenarnya dalam tahap
inipun mereka bukannya tidak tergantung sama sekali dengan orang lain, mereka
masih tergantung dengan orang tua dan teman-temannya dalam kadar tertentu.
Perkembangan akan kemampuan diri sendiri di sini meliputi berbagai aspek,
termasuk ilmu pengetahuan, moral, emosional, dan berbagai macam lainnya.
Akhir masa remaja,
keinginan untuk keluar dari lingkungan rumah menjadi semakin besar lagi. Mereka
semakin terdorong dengan keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi
di tempat lain, atau bekerja di tempat yang baru. Dalam bersosialisasi mereka umumnya sudah cukup
nyaman dengan kemampuan dirinya dan sudah mulai menemukan identitas
dirinya. Dalam berinteraksi dengan
orang lain bahkan mereka sudah berani untuk lebih serius, misalnya dengan
menjalin hubungan dengan lawan jenisnya dalam bentuk berpacaran.
Dalam diri anak
bagaimanapun akan masih terjadi pertentangan antara keinginan berdiri sendiri
dengan masih ingin berada dalam naungan orang tua. Anak sering mengalami
kekuatiran apakah dirinya sudah cukup siap untuk mengambil sebuah keputusan dan
memilih jalan hidupnya sendiri. Di sini orang tua harus tetap memberinya
arah , bimbingan, dan tetap
membukakan pintu selebar-lebarnya bagi anak bila ia membutuhkan bantuan orang tua……namun tetap harus ingat untuk tidak
lagi memperlakukan anak yang sudah dewasa sebagai
anak kecil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar