SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI
INDONESIA
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun
1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun
1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004 dan 2006.
. Kurikulum Pendidikan
Pra Kemerdekaan
Pendidikan pada
prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini dididik untuk
mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk pendidikan
dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pada mulanya,
mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun murni
hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki
misi penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan
lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara.
Pendidikan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk
pribumi yang beragama Kristen.
Selanjutnya, pihak
penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang dapat membaca dan
menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa, maka
dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya
diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal
pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang
dapat dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah
pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah
airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan
norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan
menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonial.
Pendidikan model bentukan Belanda pada masa ini terdapat dua macam. Pertama,
Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun. Sementara
kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung, menulis dan membaca. Kedua,
Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan untuk anak pegawai pemerintah Hindia
Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4 tahun, kemudian 5 tahun dan terakhir 7
tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat/
menggambar dan ilmu mengukur tanah. Sementara bahasa pengantarnya menggunakan
Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.
Diberlakukannya politik
etis pada awal-awal abad ke-20 berpengaruh pula terhadap perkembangan
pendidikan di Indonesia. Pada masa ini, di Jawa khususnya, Sekolah Kelas Dua
yang mulanya hanya 3 tahun berubah menjadi 5 tahun. Kemudian pada tahun 1914
didirikan sekolah sambungan yang lamanya 2 tahun.
Pada prinsipnya
Undang-Undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi 3 golongan, yaitu
Eropa, Timur Asing, dan Bumiputera. Klasifikasi ini berpengaruh pula terhadap
sistem pendidikan ketika itu, yaitu:
1. ELS (Europe Lagere
School) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan Indonesia yang
menurut undang-undang disamakan haknya dengan bangsa Eropa.
2. HCS (Holand Chinese
School) yaitu sekolah untuk golongan Tionghoa.
3. HIS (Holand Inlandse
School) yaitu sekolah untuk rakyat pribumi atau bumiputra golongan atas.
Ini merupakan gambaran
pendidikan rendah di Indonesia masa Belanda yang berlangsung sampai dengan
tahun 1942.
Sementara untuk kelas
menengah didirikan Gymnasium yang terbatas siswanya hanya orang-orang Barat
atau golongan ningrat. Masa belajar pendidikan ini berlangsung selama 3 tahun.
Pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan pegawai-pegawai menengah dan tingkat
tinggi. Sedang mata pelajaran yang diajarkan meliputi Bahasa Belanda, bahasa
Inggris, Ilmu Hitung, Aljabar, ilmu ukur, ilmu alam atau kimia, ilmu hayat,
ilmu bumi, sejarah dan tatabuku. Perkembangan selanjutnya, Gymnasium berubah
menjadi OSVIA dan HBS. OSVIA sebagian diperuntukkan golongan ningrat
bumiputera, sedang HBS (Hogore Burgere School) untuk orang Belanda dari
golongan tinggi. Dari model pendidikan ini kemudian menjelma menjadi MULO (Meer
Uifgebried Order Wijs) yang lama pendidikannya ditambahkan 1 tahun dengan dasar
bahwa anak-anak pribumi dianggap kesulitan memahami pelajaran. Bahasa pengantar
yang digunakan adalah bahasa Melayu.
Sementara untuk
tingkatan atas, Belanda mendirikan AMS (Algemene Midelbare School). Sekolah ini
didirikan pada 1919, sebagai lanjutan dari sekolah lanjutan pertama atau MULO.
Lama pendidikan ini berlangsung selama 3 tahun yang terbagi pada bagian A dan
bagian B. Bagian A spesifikasinya adalah ilmu kebudayaan yaitu kesusatraan
timur dan kesusatraan klasik barat. Kesusastraan timur meliputi bahasa Jawa,
Melayu, Sejarah Indonesia dan ilmu bangsa-bangsa. Sedang kesusatraan klasik
barat lebih kepada bahasa latin. Sedang bagian B spesifikasi pelajarannya
adalah Ilmu Pengetahuan Kealaman yang meliputi ilmu pasti dan ilmu alam.
Sementara ketika
kependudukan beralih dari Belanda ke Jepang, maka pendidikan yang berbau
Belanda disingkirkan dengan diganti pendidikan berciri khas Jepang dan sesuai
dengan tujuan mereka. Pada pendidikan tingkat rendahan Jepang menggantinya
dengan sebutan Kokumin Gako dengan lama pendidikan 6 tahun. Kurikulum pendidikan
ini lebih menitik beratkan pada olahraga kemiliteran yang memang bertujuan
untuk membantu pertahanan Jepang. Anak-anak masa ini diajarkan untuk
mengumpulkan kerikil dan pasir untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak
untuk membuat minyak sebagai kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa
pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian penggunaan
bahasa Indonesia hampir merata di semua sekolah. Materi yang dipelajari
sebenarnya tidak jauh beda dengan masa pendudukan Belanda, namun hanya saja
yang awalnya semua hal yang berbau Belanda tergantikan dengan model-model
Jepang.
2.2. Kurikulum
Pendidikan Masa Orde Lama
Sebagaimana yang
disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan nasional telah beberapa
kali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum disesuaikan dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh para penguasa. Tentu saja ada beberapa hal yang memang
tujuannya disesuaikan dengan tuntutan kondisi zaman.
Jika kita berbicara
tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.(http://masnoer80.blogspot.co.id/2013/01/sejarah-perkembangan-kurikulum-di.html)
1.
KURIKULUM RENCANA PELAJARAN (1947-1968)
Kurikulum yang digunakan di
Indonesia pra kemerdekaan dipengaruhi oleh tatanan sosial politik Indonesia.
Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan
pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang
diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan
belanda pun bersifat diskriminatif. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah
sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
a.
Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar
bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun.
b. Untuk
orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan
pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda
selama 7 tahun.
c.
Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan
tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun
Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun,
Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
Tiga tahun setelah Indonesia merdeka
pemerintah membuat kurikulum “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947. Kurikulum ini
bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde baru.
a.
Rencana pelajaran 1947
Kurikulum ini lebih populer disebut
dalam bahasa belanda “leer plan”, artinya rencana pelajaran, ketimbang “curriculum”
(bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikannya lebih bersifat politis:
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Karena suasana kehidupan berbangsa
saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai
development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di
muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru
dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok:
1) Daftar
mata pelajaran dan jam pengajarannya
2) Garis-garis
besar pengajaran (GBP)
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi
pendidikan pikiran dalam arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak
atau perilaku (value , attitude), meliputi :
1) Kesadaran
bernegara dan bermasyarakat;
2) Materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari
3) Perhatian
terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
Fokus pelajarannya pada pengembangan
Pancawardhana, yaitu :
1) Daya
cipta,
2) Rasa,
3) Karsa,
4) Karya,
5) Moral.
Mata pelajaran diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi.
1) Moral
2) Kecerdasan
3) Emosional/artistik
4) Keprigelan
(keterampilan)
5) Jasmaniah.
b.
Rencana Pelajaran Terurai 1952
Ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa
setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari.
Pada masa itu juga dibentuk Kelas
Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan
ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian,
pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang
SMP, bisa langsung bekerja.
Mata Pelajaran yang ada pada
Kurikulum 1954 yakni untuk jenjang Sekolah Rakyat (SD) menurut Rencana
Pelajaran 1947 adalah sebagai berikut
1) Bahasa
Indonesia
2) Bahasa
Daerah
3) Berhitung
4) Ilmu
Alam
5) Ilmu
Hayat
6) Ilmu
Bumi
7) Sejarah
8) Menggambar
9) Menulis
10) Seni Suara
11) Pekerjaan Tangan
12) Pekerjaan kepurtian
13) Gerak Badan
14) Kebersihan dan kesehatan
15) Didikan budi pekerti
16) Pendidikan agama
c.
Kurikulum Rencana Pendidikan 1964
Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964
adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan
akademik untuk pembekalan pada jenjang SD. Kurikulum 1964 juga menitik beratkan
pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian
dikenal dengan istilah Pancawardhana. Pada saat itu pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan
dengan perkembangan anak. Sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Cara belajar dijalankan dengan
metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari
sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan
berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai
minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang
sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun
1960.
Kurikulum 1964 bersifat separate
subject curriculum, yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima
kelompok bidang studi (Pancawardhana). Mata Pelajaran yang ada pada Kurikulum
1964 adalah:
1) Pengembangan Moral
a) Pendidikan
kemasyarakatan
b) Pendidikan
agama/budi pekerti
2) Perkembangan kecerdasan
a) Bahasa
Daerah
b) Bahasa
Indonesia
c) Berhitung
d) Pengetahuan
Alamiah
3) Pengembangan emosional atau Artistik
Pendidikan kesenian
4) Pengembangan keprigelan
Pendidikan keprigelan
5) Pengembangan jasmani
Pendidikan jasmani/Kesehatan
d.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 memiliki perubahan
struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan
perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Kurikulum 1968 bertujuan agar
pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral,
budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat
dan kuat.
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 disebut sebagai kurikulum bulat. Karena
kurikulum ini hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
Kurikulum 1968 bersifat correlated
subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai
korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada kurikulum ini
dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yakni:
1) Pembinaan
Jiwa Pancasila
a) Pendidikan
agama
b) Pendidikan
kewarganegaraan
c) Bahasa
Indonesia
d) Bahasa
Daerah
e) Pendidikan
olahraga
2) Pengembangan
pengetahuan dasar
a) Berhitung
b) IPA
c) Pendidikan
kesenian
d) Pendidikan
kesejahteraan keluarga
3) Pembinaan
kecakapan khusus
Pendidikan
kejuruan
2.
KURIKULUM BERORIENTASI PENCAPAIAN
TUJUAN (1975-1994)
Kurikulum ini menekankan pada isi
atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu. Penyusunannya relatif mudah,
praktis, dan mudah digabungkan dengan model yang lain. Kurikulum ini bersumber
dari pendidikan klasik, perenalisme dan esensialisme, berorientasi pada masa
lalu. fungsi pendidikan adalah memeliharadan mewariskan ilmu pngetahuan,
tehnologi, dan nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi yang baru.
Menurut kurikulum ini, belajar
adalah berusaha menguasai isi atau materi pelajaran sebanyak-banyaknya.
kurikulum subjek akademik tidak berarti terus tetap hanya menekankan materi
yang disampaikan, dalam sejarah perkembangannya secara berangsur-angsur
memperhatikan juga proses belajar yang dilakukan peserta didik.
a)
Kurikulum 1975
Latar belakang ditetapkanya
Kurikulum 1975 sebagai pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah menurut
Menteri Pendidikan Republik Indonesia Sjarif Thajeb, adalah:
1) Selama
Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru
tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
2) Adanya
kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam
GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
3) Adanya
hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan
nasional.
4) Adanya
inovasi dalam system belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif
yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
5) Keluhan
masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau sistem yang kini
sedang berlaku.
6) Diperlukan
peninjauan terhadap Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang sedang membangun.
Kurikulum 1975 sebagai pengganti
kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut.
1) Berorientasi
pada tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh siswa
yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan.
2) Menganut
pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
3) Menekankan
kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4) Menganut
pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI).
5) Dipengaruhi
psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (Drill). Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori
Behaviorisme, yakni memandang keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh
lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam hal ini sekolah dan guru.
Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan
pedoman yang meliputi unsur-unsur :
1) Tujuan institusional.
Berlaku mulai SD, SMP maupun
SMA.Tujuan Institusional adalah tujuan yang hendak dicapai lembaga dalam
melaksanakan program pendidikannya.
2) Struktur Program Kurikulum.
Struktur program adalah kerangka umum
program pengajaran yang akan diberikan pada tiap sekolah.
3) Garis-Garis Besar Program Pengajaran
Garis-Garis Besar Program
Pengajaran, memuat hal-hal yang berhubungan dengan program pengajaran, yaitu.
a) Tujuan
Kurikuler, yaitu tujuan yang harus dicapai setelah mengikuti program pengajaran
yang bersangkutan selama masa pendidikan.
b) Tujuan
Instruksional Umum, yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam setiap satuan
pelajaran baik dalam satu semester maupun satu tahun.
c) Pokok
bahasan yang harus dikembangkan untuk dijadikan bahan pelajaran bagi para siswa
agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
d) Urutan
penyampaian bahan pelajaran dari tahun pelajaran satu ke tahun pelajaran
berikutnya dan dari semester satu ke semester berikutnya.
4) Sistem Penyajian dengan Pendekatan PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Sistem PPSI berpandangan bahwa
proses belajar-mengajar sebagai suatu system yang senantiasa diarahkan pada
pencapaian tujuan. PPSI sendiri merupakan sistem yang saling berkaitan dari
satu instruksi yang terdiri atas urutan, desain tugas yang progresif bagi
individu dalam belajar (Hamzah B.Uno, 2007). Oemar Hamalik mendefinisikan PPSI
sebagai pedoman yang disusun oleh guru dan berguna untuk menyusun satuan
pelajaran. Komponen PPSI meliputi:
a) Pedoman
perumusan tujuan. Pedoman perumusan tujuan memberikan petunjuk bagi guru dalam
merumuskan tujuan-tujuan khusus.
b) b)
Pedoman prosedur pengembangan alat penilaian. Tes yang digunakan dalam PPSI
disebut criterion referenced test yaitu tes yang digunakan unuk mengukur
efektifitas program/ pelaksanaan pengajaran.
c) Pedoman
proses kegiatan belajar siswa. Pedoman proses kegiatan belajar siswa merupakan
petunjuk bagi guru untuk menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar siswa
sesuai dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai dan tujuan khusus
instruksional yang harus dicapai oleh para siswa
d) Pedoman
program kegiatan guru. Pedoman program kegiatan guru merupakan
petunjuk-petunjuk bagi guru untuk merencanakan program kegiatan bimbingan
sehingga para siswa melakukan kegiatan sesuai dengan rumusan TIK.
e) Pedoman
pelaksanaan program. Pedoman pelaksanaan program merupakan petunjuk-petunjuk
dari program yang telah disusun.
f)
Pedoman perbaikan atau revisi. Pedoman perbaikan atau revisi yang merupakan
pengembangan program setelah selesai dilaksanakan.
5) Sistem Penilaian
Penilaian menggunakan PPSI diberikan
pada setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pelajaran tertentu.
6) Sistem Bimbingan dan Penyuluhan
Setiap siswa memiliki tingkat
kecepatan belajar yang tidak sama. Sehingga mereka memerlukan pengarahan yang
akan mengembagkan mereka menjadi manusia yang mampu meraih masa depan yang
lebih baik.
7) Supervisi dan Administrasi
Sebagai suatu lembaga pendidikan
memerlukan pengelolaan yang terarah, baik yang digunakan oleh para guru,
administrator sekolah, maupun para pengamat sekolah menggunakan teknik
supervisi dan administrasi sekolah yang dapat dipelajari pada Pedoman
pelaksanaan kurikulum tentang supervise dan administrasi.
Mata
Pelajaran dalam Kurikulum tahun 1975 adalah
1) Pendidikan
agama
2) Pendidikan
Moral Pancasila
3) Bahasa
Indonesia
4) IPS
5) Matematika
6) IPA
7) Olah
raga dan kesehatan
8) Kesenian
9) Keterampilan
khusus
b) Kurikulum
1984
Sidang umum MPR 1983 yang produknya
tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik yang menghendaki
perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984, karena suda dianggap
tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi . Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di
antaranya adalah sebagai berikut.
1) Terdapat
beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah.
2) Terdapat
ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan
anak didik.
3) Terdapat
kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
4) Terlalu
padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
5) Pelaksanaan
Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang
berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat
atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6) Pengadaan
program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
lapangan kerja.
Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1) Berorientasi
kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman
belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus
benar-benar fungsional dan efektif.
2) Pendekatan
pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
3) Materi
pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran.
4) Menanamkan
pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Untuk menunjang
pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami
konsep yang dipelajarinya.
c) Materi
disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi
pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada
jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret,
semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari
contoh-contoh ke kesimpulan.
d) Menggunakan
pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan
belajar-mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya.
Kebijakan dalam penyusunan Kurikulum
1984 adalah sebagai berikut.
1)
Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti. Kurikulum 1984 memiliki
enam belas mata pelajaran inti.
2)
Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
3)
Perubahan program jurusan. Kalau semula pada Kurikulum 1975 terdapat 3 jurusan
di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan
dalam program A dan B. Program A terdiri dari.
a) A1,
penekanan pada mata pelajaran Fisika
b) A2,
penekanan pada mata pelajaran Biologi
c) A3,
penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
d) A4,
penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya.
e) B,
penekanan keterampilan kejuruan. Tetapi mengingat program B memerlukan sarana
sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
4) Pentahapan
waktu pelaksanaan
Kurikulum 1984 dilaksanakan secara
bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas yang lebih tinggi.
a) Kurikulum
1994
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan tersebut.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu
kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola pengajaran yang
berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan
(isi) pelajaran. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang
salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang
bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa,
sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan
mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol
dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut.
1) Pembagian
tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. Diharapkan agar siswa
memperoleh materi yang cukup banyak.
2) Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi)
3) Kurikulum
1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum inti
untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
4) Dalam
pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
5) Dalam
pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga menekankan pada
pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah
siswa.
6) Pengajaran
dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang
sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7) Pengulangan-pengulangan
materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum
1994 muncul beberapa permasalahan, di antaranya sebagai berikut:
1) Beban
belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/substansi setiap mata pelajaran.
2) Materi
pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
Hal ini mendorong para pembuat
kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum dengan diberlakukannya Suplemen
Kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan
prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu :
1) Penyempurnaan
kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
2) Penyempurnaan
kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang
ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta
sarana pendukungnya.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di
pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap yaitu tahap penyempurnaan
jangka pendek dan penyempurnaan jangka panjang.
3.
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI DAN KTSP (2004/ 2006)
Kurikulum yang berorientasi pada
pencapaian tujuan (1975-1994) berimpilkasi pada penguasaan kognitif lebih
dominan namun kurang dalam penguasaan keterampilan (skill). Sehingga
lulusan pendidikan kita tidak memiliki kemampuan yang memadai terutama yang
bersifat aplikatif, sehingga diperlukan kurikulum yang berorientasi pada
penguasaan kompetensi secara holistik.
Penyempurnaan kurikulum untuk
mewujudkan peserta didik yangdimaksudkan itu telah diamanatkan dalam
kebijakan-kebijakan nasionalsebagai berikut:
1) Perubahan
keempat UUD 1945 Pasal31 tentang Pendidikan.
2) Tap
MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004.
3) Undang-undang
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4) Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
5) Peraturan
Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentangKewenangan
Pemerintah dan Daerah sebagai Daerah
Otonom, yang antara lain menyatakan pusat berkewenangan dalam menentukan:
kompetensi siswa; kurikulum dan materi pokok; penilaian nasional;dan kalender
pendidikan.
Atas dasar itulah maka Indonesia
memilih untuk memberlakukan Kurikulum KBK sebagai pedoman penyelenggaraan
pendidikan serta penyempurnaannya dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).
a) Kurikulum
Berbasis Kompetensi
Kurikulum 2004 lebih populer dengan
sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan
reformasi diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun
2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah
otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan.j pendidikan
nasional.
KBK tidak lagi mempersoalkan proses
belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang
terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang
diharapkan.
Kompetensi mengandung beberapa
aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest.
Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.
Adapun kompentensi sendiri
diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus),
kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran),
kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi
akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan),
kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja),
kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat
Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki
siswa
Secara umum kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Sedangkan Kurkikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi
dan hasil belajar yang harus dicapai pebelajar, penilaian, kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah (Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002:3).
1) Kompetensi Utama
Anderson dan Krathwhol (2001:ii), Kompetensi
Utama dapat dikelompok menjadi 4 (empat) gugus, yaitu:
a) factual
knowledge, menyangkut pengetahuan tentang fitur-fitur dasar pebelajar dalam
disiplin keilmuan dan dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Jenis
kompetensi ini, yaitu: pengetahuan tentang terminologi, dan pengetahuan tentang
detil spesifik (specific details) serta fiturfitur dasar (basic
elements).
b) conceptual
knowledge, meliputi kompetensi yang menunjukkan pemahaman tata hubungan
antar fitur dasar dalam suatu struktur yang lebih luas dan yang memungkinkan
berfungsinya fitur-fitur tersebut. Termasuk ke dalam kompetensi ini adalah,
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang
prinsi-prinsip kerja dan generalisasinya, serta pengetahuan tentang teori, model,
paradigma dan struktur dasar.
c) procedural
knowledge, meliputi pengetahuan dan pemahaman bagaimana melakukan sesuatu (technical
know how), metode inkuiri, dan kriteria dalam menggunakan keterampilan,
algotima, teknik, dan metode. Termasuk dalam kompetensi ini, yaitu pengetahuan
tentang keterampilan khusus (subject-specific skills) dan
perhitungan-perhitungan (algorithm), pengetahuan tentang teknik dan
metode khusus (subject-specific techniques and methods), serta
pengetahuan tentang kriteria penggunaan sebuah prosedur yang tepat.
d) metacognitive
knowledge. merupakan kompetensi yang menyangkut tentang pengetahuan
terhadap kognisi secara umum dan kesadaran serta memahami kognisi diri sendiri.
Kompetensi ini meliputi 3 hal, yaitu: pengetahuan strategis, pengetahuan
tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan tentang kontekstualitas dan
kondisi khusus, dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Ke-empat gugus kompetensi utama
tersebut perlu dijembatani dengan lima unsur pokok yang diamanatkan dalam
Kepmen 045/U/2002, yaitu: Pengembangan kepribadian (MK), pengembangan keahlian
dan keterampilan (MKK), pengemabngan keahlian berkarya (MKB), pengembangan
perilaku berkarya (PPB), dan pengembangan berkehidupan bermasyarakat (PBB).
Beberapa keunggulan KBK dibandingkan
kurikulum 1994 adalah.
1) KBK
yang dikedepankan Penguasaan materi Hasil dan kompetenasi Paradigma
pembelajaran versi UNESCO: learning to know,learning to do, learning to live
together, dan learning to be.
2) Silabus
ditentukan secara seragam, peran serta guru dan siswa dalam proses
pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.
3) Jumlah
jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran
belum bisa dikurangi.
4) Metode
pembelajaran Keterampilan proses dengan melahirkan metode pembelajaran PAKEM
dan CTL,
5) Sistem
penilaian Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, penilaian memadukan
keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian
berbasis kelas.
6) KBK
memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian
berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah (PKBS).
b) Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional
pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar
dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta
Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
KTSP terdiri dari tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada
Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi
tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang memuat:
1) Kerangka
dasar dan struktur kurikulum,
2) Beban
belajar,
3) Kurikulum
tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat satuan pendidikan, dan
4) Kalender
pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. SKL
meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang
ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah
memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan
KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari
Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Dengan demikian
diharapkan KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi
dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.
Penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan
yang disusun oleh BSNP dimana panduan tersebut berisi sekurang-kurangnya
model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
1) Tujuan diadakannya KTSP
a) Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
b) Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui
pengambilan keputusan bersama.
c) Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang
akan dicapai.
Mulyasa (2006: 22-23)
KTSP perlu diterapkan pada satuan
pendidikan berkaitan dengan tujuh hal berikut :
a) Sekolah
lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya.
b) Sekolah
lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan
dikembangkan.
c) Pengambilan
keputusan lebih baik dilakukan oleh sekolah karena sekolah sendiri yang paling
tahu yang terbaik bagi sekolah tersebut.
d) Keterlibatan
warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum dapat menciptakan
transparansi dan demokrasi yang sehat.
e) Sekolah
dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikannya masing-masing.
f)
Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam
meningkatkan mutu pendidikan.
g) Sekolah
dapat merespon aspirasi masyarakatdan lingkungan yang berubah secara cepat
serta mengakomodasikannya dengan KTSP.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan
KTSP menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 sebagaimana dikutip dari Mulyasa
(2006: 151-153) adalah sebagai berikut.
a) Berpusat
pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya.
b) Beragam
dan terpadu.
c) Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d) Relevan
dengan kebutuhan.
e) Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan relevansi pendidikan tersebut dengan
kebutuhan hidup dan dunia kerja.
f)
Menyeluruh dan berkesinambungan.
g) Belajar
sepanjang hayat,
h) Seimbang
antara kepentingan global, nasional, dan lokal.
2) Komponen KTSP
Secara garis besar, KTSP memiliki
enam komponen penting sebagai berikut.
a) Visi
dan misi satuan pendidikan
Visi merupakan suatu pandangan atau
wawasan yang merupakan representasi dari apa yang diyakini dan diharapkan dalam
suatu organisasi dalam hal ini sekolah pada masa yang akan datang.
b) Tujuan
pendidikan satuan pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan untuk pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c) Kalender
pendidikan
Kalender pendidikan untuk pengembang
kurikulum jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta didik, dan
menyesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki
peserta didik.
d) Struktur
muatan KTSP
Struktur muatan KTSP terdiri atas.
·
Mata pelajaran
·
Muatan lokal
·
Kegiatan pengembangan diri
·
Pengaturan beban belajar
·
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan
·
Pendidikan kecakapan hidup
·
Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
e) Silabus
Silabus merupakan rencana
pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan.
f)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran
untuk mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar
Isi dan dijabarkan dalam silabus.
4.
KURIKULUM 2013
Makna
manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum
2013 adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun
penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta
penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten
pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan
jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum
sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis,
kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari
prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa
di masa mendatang.
Kurikulum
2013 bertujuan untuk mengarahkan peserta didik menjadi:
1)
Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah;
2)
Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3)
Warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum
ini menekankan tentang pemahaman tentang apa yang dialami peserta didik akan
menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena itu
proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik
untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih
tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis
kompetensi adalah:
1) Isi
atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi
Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar
(KD).
2) Kompetensi
Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3) Kompetensi
Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata
pelajaran di kelas tertentu.
4) Penekanan
kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh
banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi
kepedulian utama kurikulum.
5) Kompetensi
Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik
atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau
“content-based curriculum”.
6) Kompetensi
Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat
dan memperkaya antar mata pelajaran.
7) Proses
pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang
memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan
adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan
psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan.
Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit
dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
8) Penilaian
hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan
kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat
dijadikan tingkat memuaskan).
Pengembangan kurikulum didasarkan
pada prinsip-prinsip berikut:
1) Kurikulum
satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata
pelajaran.
2) Standar
kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan,
dan program pendidikan.
3) Model
kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa
sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang
dikemas dalam berbagai mata pelajaran.
4) Kurikulum
didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan
dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum
berbasis kompetensi.
5) Kurikulum
dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat.
6) Kurikulum
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta lingkungannya.
7) Kurikulum
harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan
seni.
8) Kurikulum
harus relevan dengan kebutuhan kehidupan..
9) Kurikulum
diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat.
10) Kurikulum dikembangkan
dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
11) Penilaian hasil belajar
ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
Stategi
Implementasi Kurikulum terdiri atas:
1)
Pelaksanaan kurikulum di seluruh sekolah dan jenjang pendidikan yaitu:
-
Juli 2013: Kelas I, IV, VII, dan X
-
Juli 2014: Kelas I, II, IV, V, VII, VIII, X, dan XI
-
Juli 2015: kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, dan XII
2)
Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dari tahun 2013 – 2015
3)
Pengembangan buku siswa dan buku pegangan guru dari tahun 2012 – 2014
4)
Pengembangan manajemen, kepemimpinan, sistem administrasi, dan pengembangan
budaya sekolah (budaya kerja guru) terutama untuk SMA dan SMK, dimulai dari
bulan Januari – Desember 2013
5)
Pendampingan dalam bentuk Monitoring dan Evaluasi untuk menemukan kesulitan dan
masalah implementasi dan upaya penanggulangan: Juli 2013 – 2016
kesimpulan
Perjalanan kurikulum
pendidikan di Indonesia sejalan dengan sejarah perkembangan bangsa Indonesia
itu sendiri. Ketika Indonesia dalam cengkeraman kolonial, maka kurikulum
pendidikan yang dikembangkan adalah demi kepentingan penjajah itu sendiri, baik
penjajahan Belanda maupun Jepang. Masa kolonialisme yang panjang dan begitu
mengakar dalam kebudayaan Indonesia, disadari ataupun tidak, turut pula
memberikan pengaruh terhadap pola pendidikan Indonesia ketika merdeka meskipun
dalam hal ini nuansanya lebih keindonesiaannya.
Pendidikan di Indonesia
juga tidak jarang masuk dalam bidikan politisi. Ketika orde lama berkuasa,
pertentangan ideologi juga menyusupi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Sekolah sempat dijadikan wahana ideologisasi atau proses internalisasi sosial
komunis. Begitu pula ketika orde baru memimpin, maka pelanggengan kekuasaan
juga dikoarkan dalam dunia pendidikan dengan pendidikan Pancasilanya, dan
menghilangkan hal-hal yang berbau orde lama.
Meski demikian, sejarah
kurikulum pendidikan nasional senantiasa mencari formula sesuai dengan
perkembangan zaman. Ketika posisi sentralisasi pendidikan dianggap sudah usang
dan kurang relevan dengan otonomi daerah, maka pendidikan juga turut mengalami
desentralisasi dengan memberikan daerah otonomi sendiri. Bahkan terakhir,
pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada masing-masing satuan pendidik
untuk menentukan silabus yang sesuai dengan kondisi peserta didik. Pemerintah
pusat dalam hal ini hanya menentukan standar kompetensi dan kompetensi
dasarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar